Dekarbonisasi dan Strategi yang Dilakukan Industri Pupuk
Cara mengurangi emisi karbon
(Istimewa)DEKARBONISASI adalah faktor kunci dalam mengurangi perubahan iklim. Tujuannya membatasi emisi karbon dioksida sesegera mungkin. Program ini merupakan solusi yang dapat dilakukan semua orang, pemerintah, dan berbagai perusahaan.
Dekarbonisasi dianggap sebagai salah satu cara dalam menyelamatkan bumi dari perubahan iklim. Proses ini membutuhkan perubahan menyeluruh dan langkah-langkah tambahan mulai dari sektor ke sektor dan dari industri ke industri. Namun, dekarbonisasi bukanlah jalan yang mudah dan membutuhkan miliaran investasi.
Apa Itu Dekarbonisasi? Melansir dari Plan A Earth, secara definisi, dekarbonisasi adalah proses menghilangkan atau mengurangi semua emisi karbon buatan manusia, dengan tujuan untuk menghilangkannya dan mencapai nol emisi. Menurut kamus Oxford, “dekarbonisasi adalah proses penggantian bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang lebih ramah bagi lingkungan”. Dalam hal ini, dekarbonisasi dicapai dengan menerapkan teknologi dan sumber energi rendah karbon (misalnya energi terbarukan, pertanian regeneratif, jaringan listrik, dan hidrogen).
Di sisi lain, ekonomi dekarbonisasi atau ekonomi ‘rendah karbon’ adalah konversi ke ekonomi menggunakan sumber energi rendah karbon, mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan di atmosfer. Dekarbonisasi sering diterapkan pada ekonomi suatu negara dan dicapai dengan menargetkan industri paling intensif karbon di negara tertentu dan menemukan solusi inovatif untuk mengurangi emisi karbon.
Konsep dekarbonisasi muncul dari Perjanjian Iklim Paris 2015 (Paris Agreement). Perjanjian ini bermaksud untuk membatasi pemanasan global jauh di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri dan mengejar upaya untuk membatasinya hingga 1,5°C. Untuk mencapai tujuan tersebut, negara-negara harus mengurangi emisi gas rumah kaca dengan cepat, mencapai netralitas karbon pada 2030 dan emisi nol bersih pada 2050.
Pada COP-26 di Glasgow, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjanjikan upaya atasi perubahan iklim. Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa Indonesia mampu memenuhi komitmen pada 2030 sesuai Perjanjian Paris, yaitu pengurangan emisi sebesar 29%. Komitmen tersebut disampaikan pada COP-21 tahun 2015, Pemerintah Indonesia janji menurunkan emisi dari tahun 2020-2030 sebesar 29% (unconditional) hingga 41% (conditional) dengan skenario business as usual tahun 2030, peningkatan komitmen tanpa syarat dibandingkan tahun 2010 sebesar 26%.
Kemenko Marves melalui Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Basilio Dias Araujo bakal terus mengawal upaya transisi penggunaan bahan bakar nol karbon di berbagai kegiatan pelayaran dan memastikan kesiapan pelabuhan-pelabuhan strategis Indonesia untuk transisi menjadi ‘Green Port’. Menurutnya, Indonesia telah memperbarui Nationally Determined Contributions (NDC) pada Juli 2021. Terkait isu Dekarbonisasi Pelayaran, NDC Indonesia mencatat kontribusi 19% Emisi CO2 berasal dari pelayaran di Indonesia. Emisi ini berasal dari jumlah dan jenis kapal yang dimiliki Indonesia.
Dia menjelaskan Indonesia memiliki 39.510 kapal kargo dan 171.754 kapal penangkap ikan yang terdaftar di database nasional. Sebagian besar kapal Kargo Indonesia dan kapal penangkap ikan berukuran kecil. Angka armada Indonesia terlalu kecil jika dibandingkan dengan 2,1 miliar DWT armada dunia yang tercatat dalam UNTACD Handbook of Statistics tahun 2020.
“Sekitar 200.000 armada dunia ini berlayar di antara tiga selat strategis Indonesia yaitu Selat Malaka (130.000/tahun), Selat Sunda (56.000/tahun) dan Selat Lombok (33.000/tahun). Ini menghasilkan jutaan ton CO2 yang dikeluarkan oleh armada-armada tersebut saat melewati perairan Indonesia,” jelas Deputi Basilio.
Dia menambahkan pemerintah Indonesia juga akan mengubah penggunaan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas (BBG) untuk kapal-kapal kecil. Program ini untuk nelayan dengan kapal penangkap ikan 7.812 metrik ton. Bahkan, mulai sekarang memperkenalkan Tenaga Surya Atap untuk dipasang di semua pelabuhan kami untuk menyediakan energi hijau di pelabuhan kami.
Strategi PKT untuk Mengurangi Emisi Gas Karbon
Sementara itu sebagai salah satu bagian dari Pupuk Indonesia Group, PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) juga berkomitmen melakukan penurunan emisi dan berkontribusi pada pencapaian Dekarbonisasi BUMN. Lewat beragam inisiatif strategis yang telah dan akan dijalankan perusahaan, PKT menargetkan dapat mengurangi emisi karbon hingga 38% di tahun 2040.
Direktur Operasi dan Produksi PKT Hanggara Patrianta memaparkan bahwa pelaku industri saat ini semakin dituntut untuk mampu menerapkan proses produksi yang lebih hijau. Sebagai produsen pupuk, PKT juga telah berorientasi untuk terus menekan gas emisi dari hasil produksi dan berinovasi untuk meningkatkan efisiensi energi. Hal tersebut telah menjadi fokus PKT yang tertuang dalam roadmap perusahaan 40 tahun ke depan berbasis energi terbarukan.
Melalui berbagai inisiatif strategis yang sebelumnya telah dilakukan, PKT berhasil melakukan dekarbonisasi di lingkungan operasional perusahaan, hingga sekitar 16% pada tahun 2021. Perusahaan di masa depan juga menargetkan penurunan gas emisi rumah kaca hingga 1,6 juta ton per tahunnya.
Berbagai inovasi dekarbonisasi yang dinilai dapat berkontribusi pada penurunan emisi karbon perusahaan, diantaranya melakukan efisiensi pabrik guna menekan gas buangan, dengan melakukan penghematan pemakaian gas alam diantaranya melalui revamping pabrik ammonia. Lalu perusahaan melakukan pengembangan bisnis dan teknologi baru. Teknologi ini juga difokuskan pada penyerapan karbondioksida (CO2) untuk digunakan sebagai bahan baku produk lainnya serta mensubstitusi bahan baku gas alam dengan hidrogen berbasis EBT untuk menghasilkan Green Ammonia.
Upaya lainnya adalah substitusi bahan baku/energi berbasis fosil dengan energi baru dan terbarukan, yang di antaranya dilakukan dengan menghadirkan PLTS guna memasok kebutuhan listrik perkantoran dan fasilitas pendukung di PKT ditambah melakukan pendekatan biologi, yang mampu mengurangi emisi gas secara alami melalui tanaman hayati yang mampu menyerap karbon. Misalnya tanaman mangrove yang mampu menyerap karbon dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan ekosistem hutan terestrial atau disebut dengan nama Cifor.
Tak hanya berhasil menekan emisi karbon perusahaan, komitmen PKT dalam melakukan dekarbonisasi juga mendapat pengakuan di industri. Pada 2022 ini, PKT meraih penghargaan Transparansi Emisi Korporasi 2022 yang diberikan oleh Bumi Global Karbon (BGK) Foundation dan Majalah Investor. Kali ini PKT berhasil memperoleh penghargaan tertinggi, Platinum Plus, yang tidak hanya menunjukkan capaian positif perusahaan dalam menekan gas buangan, tetapi juga menunjukkan transparansi perusahaan yang terangkum dalam sustainability report.
Para peraih penghargaan Platinum Plus dinilai mampu memberikan informasi akurat dan terukur akan jumlah emisi buangan dan penurunan Gas Rumah Kaca (GRK), serta memperoleh verifikasi dari pihak independen. Penghargaan ini menjadi semangat bagi perusahaan untuk terus menjadi pelaku industri petrokimia yang terdepan dalam menjaga keseimbangan bisnis dan lingkungan.
“Kami percaya, melalui praktik produksi yang lebih berkelanjutan, akan berdampak pada praktik bisnis perusahaan yang juga berkelanjutan. PKT juga akan terus berkomitmen untuk terbuka dan transparan dalam hal emisi karbon, yang selama ini telah kami lakukan melalui sustainability report yang dirilis setiap tahunnya,” tutup Hanggara.
Penulis: Tyo