From Zero to Zero: Belajar dari Kisah Petani Sawit yang Sukses
Cara menjadi petani sawit sukses
(Istimewa)Perkebunan kelapa sawit menjadi sektor ekonomi yang cukup menjanjikan untuk ditekuni. Sebab potensi keuntungan dari penjualan kelapa sawit sangat besar dengan harga jual komoditas yang relatif stabil. Apalagi sektor perekonomian ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan minyak kelapa sawit dunia.
I Made Sudarta adalah salah satu petani kelapa sawit yang sudah merasakan manisnya keuntungan budidaya kelapa sawit. Berawal dari keikutsertaannya dalam program transmigrasi 33 tahun lalu, Made mendapat kesempatan menjadi petani sawit. Hasilnya, pria asal Bali itu berhasil menyekolahkan anaknya hingga S2 dan menjadi dokter.
Bermodalkan nekat dan tekad kuat untuk merubah nasib, ia meninggalkan kampung halamannya yang sudah cukup maju di Nusa Penida, Bali, menuju daerah terpencil di Sulawesi Barat.
Meski berat harus meninggalkan daerah asalnya. Bagi Made, itulah peluang baginya untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik. “Di Bali sudah pahit. Tidak ada lagi jalan keluar. Jadi saya ke sini,” cerita Made pada 2019 lalu dikutip dari mediaindonesia.com, Selasa (30/11/2021).
Menurutnya mencari pekerjaan yang layak di Bali kala itu bukan hal mudah. Terlebih dengan latar belakang dirinya yang tidak tamat sekolah menengah pertama. “Buat beli seragam, sepatu saja susah. Orang tua saya tidak mampu. Jadi saya tidak lanjut sekolah,” kata dia.
Akhirnya, pada November 1988, saat berusia 25 tahun, Made mengikuti program transmigrasi ke Baras, Sulawesi Barat. Ia menjadi bagian dari 375 orang pengiriman generasi pertama.
Di desa itu, ia mendapat pekerjaan sebagai petani sawit. PT Unggul Widya Teknologi Lestari (UWTL), selaku pembuka lahan dan pemilik kebun, memberikan tiap-tiap kepala keluarga transmigran lahan seluas dua hektare untuk digarap, ditanami kelapa sawit.
Tidak hanya diberikan lahan, para transmigran juga diberikan modal usaha sekaligus ilmu tentang tata kelola tanaman sawit yang tepat.
Saat itu, upah yang ia terima dari mengelola kebun sawit sebesar Rp2.000 per bulan. Baginya nilai itu sudah cukup. Ia merasa senang mendapat kepercayaan untuk mengolah tanah dari perusahaan.
Memasuki tahun keempat, tanaman sawit mulai berbuah. Ia pun mulai mendapat penghasilan dari komoditas tersebut. Setelah tiga dekade menjalani profesi sebagai petani sawit, Made sama sekali tidak menyesali keputusan yang ia ambil untuk meninggalkan kampung halaman.
Made memiliki lima anak. Si sulung telah berhasil menyelesaikan S2 dan anak kedua telah menjadi dokter. Sedangkan anak ketiganya masih mengenyam pendidikan tinggi dan dua yang terakhir masih duduk di bangku sekolah menengah.
“Padahal saya dulu SMP saja tidak tamat. Saya sangat senang bisa berbuat banyak untuk anak-anak saya,” tutur Made.
Menurut Made, bekerja sebagai petani kelapa sawit, tidak membuat seseorang menjadi kolot. Justeru sebaliknya, ia malah bisa lepas dari garis kemiskinan, menuju kehidupan yang sangat layak saat ini.
Selain berhasil memberikan bekal pendidikan yang layak untuk anak-anaknya, keras Made selama puluhan tahun juga digunakan untuk mengembangkan lahan perkebunan sawit. Kini ia memiliki kebun sendiri kurang lebih seluas 100 hektare di Sulawesi Barat dan 120 hektare di Kalimantan Tengah. Ia juga sudah merambah usaha sarang burung walet bahkan tambang batu bara.
“Saya dan semua masyarakat di sini, sangat berterima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk mengelola sawit. Jerih payah sudah terbayarkan. Sekarang saya punya hal baik untuk diteruskan oleh anak-anak saya,” tandas Made.
Luas Area dan Produksi Perkebunan Sawit Terus Meningkat
Prospek menjanjikan dari komoditas kelapa sawit menjadikan perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat dimana terjadi peningkatan baik luas areal maupun produksi.
Buku Statistik perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa Sawit Tahun 2018–2020 Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian mencatat pada tahun 2018, luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.326.350 hektare.
Dari luasan tersebut, sebagian besar diusahakan oleh perusahaan besar swasta (PBS) yaitu sebesar 55,09% atau seluas 7.892.706 hektare. Perkebunan Rakyat (PR) menempati posisi kedua yaitu seluas 5.818.888 hektare atau 40,62%, sedangkan sebagian kecil diusahakan oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) yaitu 614.756 hektare atau 4,29%.
Selama lima tahun terakhir (2014–2018), luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 7,89%, kecuali pada tahun 2016 luas areal kelapa sawit sedikit mengalami penurunan sebesar 0,5% atau berkurang seluas 58.811 hektare. Dari tahun 2014 hingga tahun 2018, total luas areal kelapa sawit bertambah 3.571.549 hektare.
Terdapat terdapat 9 (sembilan) provinsi yang merupakan daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia dengan total kontribusi sebesar 87,46% terhadap total produksi kelapa sawit Indonesia.
Sembilan sentra produksi kelapa sawit tersebut serta jumlah produksi pada tahun 2020, yaitu:
- Riau jumlah produksi 9,77 juta ton.
- Kalimantan Tengah jumlah produksi 8,29 juta ton.
- Sumatera Utara jumlah produksi 6,60 juta ton.
- Sumatera Selatan jumlah produksi 4,36 juta ton.
- Kalimantan Timur jumlah produksi 4,33 juta ton.
- Kalimantan Barat jumlah produksi 3,55 juta ton.
- Jambi jumlah produksi 3,09 juta ton.
- Kalimantan Selatan jumlah produksi 1,66 juta ton.
- Sumatera Barat jumlah produksi 1,39 juta ton.
Luas areal dan produktivitas perkebunan kelapa sawit diperkirakan akan terus meningkat dikarenakan semakin pesatnya perkembangan industri minyak kelapa sawit di masa mendatang dan kebutuhan minyak nabati dunia yang cukup besar dan semakin bertambah. Oleh karena itu, peluang meraih kesuksesan menekuni bidang ini pun semakin terbuka lebar.
Kemitraan Bantu Petani Sawit Sukses
Kesuksesan yang diraih petani sawit juga tidak terlepas dari kemitraan yang dijalin antara petani dan perusahaan perkebunan sawit. Kemitraan ini merupakan bagian penting dalam industri sawit karena terkait aspek persaingan usaha dan keberlanjutan industri ke depan dan menjadi kunci peningkatan daya saing petani sawit.
Pemerintah telah mengatur pola kemitraan antara perusahaan dan petani sawit melalui Permentan No. 1 Tahun 2018 mengenai pedoman penetapan harga pembelian tandan buah segar (TBS) sawit produksi pekebun yang disesuaikan ketetapan masing-masing provinsi setiap bulannya.
Kelembagaan petani harus bermitra dengan pabrik kelapa sawit (PKS) dan permentan tersebut berlaku bagi petani swadaya dan petani plasma. Kemitraan tersebut harus didasarkan pada asas manfaat, berkelanjutan, saling memerlukan, dan saling menguntungkan.
Kemitraan yang sinergis antara korporasi dan petani bisa dilakukan melalui penguatan kelembagaan di tingkat petani dengan menerapkan prinsip keterbukaan dan tata kelola manajemen sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara petani dan perkebunan kelapa sawit.
Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bidang Urusan Organisasi Kacuk Sumarto dikutip dari laman kemenperin.go.id mengatakan, rantai pasok industri sawit tidak bisa dipisahkan antara petani dan perusahaan. Jika ada hambatan dalam rantai pasok tersebut maka akan berdampak pada keberlangsungan industri sawit itu sendiri.
Usaha perkebunan sawit mempunyai karakteristik bisnis tertentu yaitu produk utama yang diperjualbelikan adalah minyak mentah, TBS memerlukan pengolahan segera pada PKS untuk menghasilkan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak kernel (palm kernel oil/PKO).
Aturan yang telah dibuat pemerintah terkait pola kemitraan petani dan perusahaan telah menciptakan sebuah kelembagaan kemitraan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang biasanya dimulai dari fase perancangan dan dikembangkan menjadi berbagai variasi sesuai perkembangan zaman.
Tahun ini, Gapki fokus untuk memperkuat kemitraan dan akan memanfaatkan potensi kebun petani semaksimal mungkin dan berupaya mengurangi kesalahpahaman terkait penentuan TBS. Pada 2021, sudah ada vaksinasi Covid-19 sehingga industri kelapa sawit nasional diperkirakan bangkit dan tentunya pola kemitraan perlu lebih diperkuat.
“Penguatan program kemitraan menjadi prioritas Gapki tahun ini dan kami akan terus memantau perkembangan di lapangan,” tandas Kacuk.
Precipalm PKT Bantu Petani Sawit
PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), sebagai anggota holding PT Pupuk Indonesia (Persero) juga turut berupaya membantu meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit dengan mengembangkan inovasi penerapan pertanian presisi.
Inovasi tersebut berupa pemanfaatan teknologi informasi untuk menentukan rekomendasi pemupukan presisi dengan menggunakan teknologi satelit untuk mengidentifikasi, menganalisis, serta mengolah informasi keragaman spasial dan temporal pada lahan kebun kelapa sawit, yang dinamakan PreciPalm (Precision Agriculture Platform for Oil Palm).
Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman mengatakan PreciPalm dapat menyediakan informasi mengenai kondisi nutrisi unsur makro lahan kelapa sawit secara cepat dan presisi dalam bentuk peta digital lahan yang diolah dari citra satelit dan model matematis.
Informasi karakteristik lahan tersebut kemudian digunakan untuk menjadi dasar dalam menghasilkan rekomendasi pemupukan N (Nitrogen), P (Phosphor), K (Kalium) dan Mg (Magnesium), serta dapat digunakan untuk pemantauan kondisi nutrisi lahan perkebunan setelah pemupukan secara realtime.
“PreciPalm merupakan solusi pertanian presisi berbasis satelit pertama di Indonesia untuk perkebunan kelapa sawit. PreciPalm dapat memberikan manfaat dalam mendukung efektifitas manajemen pemeliharaan kebun kelapa sawit di Indonesia,” kata Bakir dikutip dari laman bumn.go.id, Rabu (30/11/2021).
Menurut Bakir, inovasi PreciPalm yang merupakan bagian dari transformasi bisnis Pupuk Indonesia Grup ini akan meningkatkan daya saing produk pupuk perseroan di era industri 4.0. Pertanian presisi merupakan upaya efektif untuk mendapat keuntungan optimal dan berkelanjutan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
PreciPalm memberikan prospek yang sangat baik untuk mendukung pemasaran pupuk NPK nonsubsidi. Prospek pemanfaatan PreciPalm menurut Bakir juga sangat strategis, karena baru Pupuk Indonesia melalui PKT yang memiliki solusi rekomendasi pemupukan berbasis satelit. Petani sawit dapat fokus pada peningkatan produktivitas kebun sawit dengan menerapkan prinsip pertanian presisi sebagai cara menuju pertanian modern, seperti yang dicanangkan oleh Kementerian Pertanian.
Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Meizar Effendi menambahkan pesatnya perkembangan pertanian yang menuntut adanya pengembangan inovasi, menjadi dasar terwujudnya PreciPalm oleh PKT yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
“PreciPalm menjadi konsep pertanian cerdas (smart farming) untuk mengoptimalkan peningkatan hasil pertanian secara kualitas dan kuantitas, dengan efisiensi penggunaan sumber daya,” kata Meizar.
Setelah diluncurkan pada Desember 2018, lalu uji lapang di kebun sawit PTPN 3, PTPN 5 dan PTPN 7 pada kuartal pertama 2019, saat ini Pupuk Kaltim telah memasuki tahap komersialisasi PreciPalm untuk dipasarkan pada konsumen, baik korporasi maupun petani kelapa sawit.
Sebagai tindak lanjut, PKT juga telah melaksanakan pelatihan peningkatan kompetensi SDM PKT dalam bidang pertanian presisi dan PreciPalm. Tujuannya untuk meningkatkan kompetensi di bidang pertanian presisi, penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem informasi geografis yang dibutuhkan dalam mengoperasionalkan PreciPalm.
Penulis: Eva