Gandum Masih Impor? Ini Langkah Upaya Tekan Impor Gandum
Gandum adalah salah satu sumber pangan yang banyak sekali digunakan di Indonesia selain beras. Beberapa produk yang menggunakan bahan baku gandum seperti roti, mie instan dan berbagai jenis makanan cepat saji yang bahan dasarnya adalah tepung terigu. Di Indonesia gandum telah dibudidayakan meskipun gandum adalah tanaman yang biasa tumbuh di daerah subtropis yang memiliki temperatur 10-25 derajat celcius dan curah hujan 350-1.250 mm, seperti Australia, Kanada, Ukraina, argentina, Amerika Serikat, India, Bulgaria, Moldova, Rusia dan lainnya. Namun setelah penelitian panjang, para peneliti memastikan bahwa gandum juga dapat di tanam di daerah tropis seperti Indonesia.
Budidaya gandum di Indonesia sudah berlangsung di 6 provinsi. Menurut catatan pemerintah hingga Juni 2022 terdapat 4.355 ha lahan gandum dan telah mencapai produksi sebanyak 15.243 ton. Jenis gandum yang dapat tumbuh di Indonesia adalah gandum spring. Penelitian yang dilakukan oleh Balitbangtan (Badan Penelitian dan Pengenmabangan Pertanian) telah menghasilkan varietas gandum unggul di Indonesia yaitu varietas Nias dan Timor pada tahun 1993, Varietas Selayar pada tahun 2003, dan varietas Dewata pada tahun 2004. Varietas ini merupakan varietas gandum dataran tinggi dengan rata- rata hasil masing- masing 2,0 ton/ha, 2,0 ton/ha, 2,95 ton/ha, dan 2,04-2,96 ton/ha.
Di Indonesia gandum dapat berproduksi dengan baik di dataran tinggi, namun bukan berarti tidak dapat tumbuh di dataran sedang. Gandum dapat tumbuh di dataran sedang dan rendah dengan memperhatikan faktor lingkungan. Untuk dapat tumbuh, gandum membutuhkan kriteria lahan yang solum tanah dalam dan gembur dengan bahan organik yang memadai. Hal ini akan memungkinkan penyimpanan air lebih lama dan mencukupi kebutuhan pertumbuhan gandum. Tanah juga harus memiliki pH 6-8.
Impor Gandum di Indonesia
Meski sudah melakukan penelitian dan budidaya gandum, ternyata hal itu tidak mencukupi kebutuhan akan gandum di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia masih melakukan impor gandum untuk memenuhi kebutuhannya. Indonesia juga merupakan negara dengan angka impor gandum terbesar di dunia karena mengimpor sekitar 11,50 juta ton. Impor masih tetap dilakukan karena varietas yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan adalah yang memiliki sifat unggul dan beragam. Harga gandum Indonesia juga tidak dapat bersaing dengan harga impor karena produknya pun tidak kompetitif dibanding impor.
Untuk penanaman gandum di Indonesia masih memiliki kendala dan keterbatasan seperti pengerjaannya yang masih konvensional dan kurangnya sentuhan mekanisasi. Tantangan juga dihadapkan pada saat pasca panen. Gandum hasil panen petani tidak bisa dijual langsung ke pasar seperti padi atau jagung, sehingga dibutuhkan mesin pengolah biji gandum, tetapi mesin ini belum tersedia di banyak tempat.
Meski memiliki banyak tantangan dan keterbatasan, pemerintah berusaha untuk menekan angka impor gandum dengan memerintahkan semua importir gandum menyerap sorgum produksi lokal. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo usai Rapat Paripurna DPR RI tentang Penyampaian RAPBN TA 2023 pada 18 Agustus 2022.
Bahan Pangan Lokal Pengganti Gandum
Salah satu langkah untuk menekan angka impor gandum adalah dengan pola konsumsi yang memprioritaskan bahan pangan lokal. Hal ini disampaikan oleh Arief Prasetyo Adi ( Kepala Badan Pangan Nasional/ National Food Agency) . Arief juga mengatakan bahwa NFA akan terus mendukung upaya pengembangan keanekaragaman pangan terutama yang berasal dari pangan lokal.
Beberapa pangan lokal yang bisa digunakan sebagai substitusi gandum atau pengganti gandum adalah jagung, ganyong, sukun, kasava dan sagu. Hal ini disampaikan oleh rektor IPB Arief Satria. Arief menyatakan saat ini IPB telah menghasilkan inovasi produk mi dari lima bahan dasar lokal yang bisa dikerjasamakan dengan para produsen industri mi instan yang berkualitas.