Modernisasi Teknologi Pertanian: Persaingan Pangan Global Bukan Ancaman
Kata ‘globalisasi’ sudah tidak asing di telinga kita. Ada banyak dampak globalisasi, baik yang sifatnya buruk maupun baik.
Globalisasi adalah kata yang diserap dari frasa “global” yang artinya meliputi seluruh dunia atau secara keseluruhan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) globalisasi adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia.
Sementara itu, Jan Aart Scholte yang menyebutkan bahwa pengertian globalisasi adalah proses meningkatnya interdependensi antara aktor negara dan non-negara pada skala global, sehingga hubungan sosial dalam suatu masyarakat secara signifikan dibentuk dan dipengaruhi dimensi hubungan sosial yang lebih luas pada skala dunia.
Di era sekarang, proses globalisasi rasanya tidak bisa dibendung atau bahkan semakin cepat penyebarannya. Ini karena kemajuan teknologi hampir di semua bidang mendukung hal tersebut.
Dengan adanya globalisasi, dunia yang begitu luas dan jarak antarnegara yang jauh tidak lagi menjadi penghalang untuk saling berhubungan. Dampak globalisasi pun sangat besar. Proses globalisasi adalah didukung oleh kemajuan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Dengan adanya kemajuan tersebut hubungan antarmanusia menjadi lebih mudah.
Globalisasi di Sektor Pertanian
Manfaat globalisasi pada bidang pertanian tentu tidak terlepas dari faktor modernisasi. Globalisasi menjadikan petani harus melek tentang kecanggihan teknologi pertanian pada saat ini.
Berikut adalah beberapa manfaat globalisasi bagi petani:
- Globalisasi membuat petani mengenal mengenai teknologi modern dalam dunia pertanian. Dengan begitu, kinerja petani menjadi semakin maksimal dan mempermudah pekerjaan petani.
- Globalisasi memberikan informasi mengenai inovasi sebuah produk yang mungkin dapat dicontoh oleh petani lokal Indonesia.
- Globalisasi memberikan sebuah informasi mengenai pengelolaan lahan pertanian di negara maju. Hal tersebut dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi petani lokal dalam mengelola lahan pertanian, sehingga dapat memproduksi produk pertanian yang berkualitas.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menentukan pembangunan nasional, oleh sebab itu dibutuhkan pemberdayaan pada sektor pertanian Indonesia agar produk pertanian yang dihasilkan dapat mengimbangi produk impor dan ekspor.
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)/ASEAN Economic Community (AEC), berdampak pada persaingan bisnis yang semakin tinggi, sehingga perlu diarahkan untuk peningkatan produktivitas hasil pertanian, perkebunan, serta peternakan karena produk pertanian memiliki daya saing di pasar bebas. Aspek daya tarik dari investor di sektor pertanian, sub sektor peternakan dan perkebunan, aspek keterbukaan perdagangan bebas di ASEAN, menjadi pertimbangan agar ada upaya peningkatan produktivitas.
Strategi untuk menguasai pasar bebas, perlu perbaikan kualitas dan kuantitas produk pertanian yang dihasilkan, serta adanya standarisasi hasil komoditas pertanian, sehingga nilai jual produk dapat bersaing. Produk pertanian yang dihasilkan mampu mengimbangi produk impor dan ekspor serta dapat menembus pasar bebas secara berkesinambungan.
Pemerintah Indonesia sebagai pembuat kebijakan harus mampu memperhatikan perkembangan produk pertanian dan harga pangan dunia, mengingat pengaruh fluktuasi harga pangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Perlunya Meregenerasi Petani
Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2020 menunjukkan bahwa 64,50 juta penduduk Indonesia berada dalam kelompok umur pemuda. Namun, persentase pemuda yang bekerja di sektor pertanian hanya 21% dibanding dengan sektor manufaktur sebanyak 24% dan sektor jasa sebanyak 55%
Hal ini menggambarkan bahwa petani muda yang berada di Indonesia saat ini sedang berada pada fase kritis regenerasi. Sebabnya minat generasi muda saat ini cenderung memilih bekerja pada bidang industri nonpertanian serta perkantoran dibandingkan dengan sektor pertanian. Latar belakang negara agraris, pertanian seharusnya menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak dibanding sektor lain.
Regenerasi petani perlu dilakukan karena mengingat tenaga kerja pertanian sekarang berada pada usia lansia yang semakin tua, dapat mengakibatkan penurunan kinerja dalam bidang pertanian. Semakin terbukanya dunia dan persaingan pasar menyebabkan pelaku yang harus bekerja pada sektor pertanian adalah petani yang produktif dan efisien.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan untuk melahirkan 2,5 juta petani milenial pada 2024 mendatang. Tujuannya untuk melakukan regenerasi petani.
“Kementan menargetkan petani milenial 2,5 juta hingga 2024 nanti, itu terkait dengan petani milenial, itu bagian penting regenerasi petani,” ujar Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono
Untuk mencapai target itu, lanjutnya, Kementan telah mempersiapkan berbagai strategi. Strategi utama adalah menghilangkan pemikiran (mindset) bahwa petani itu kotor.
“Pertama yang perlu kami lakukan adalah menghilangkan mindset bahwa pertanian itu belepotan, kotor, dan sebagainya, tidak ada investasi teknologi, itu kami hilangkan,”imbuhnya.
Selanjutnya, Kementan membangun pertanian modern atau smart farming dengan dukungan teknologi dan internet of things (IoT). Teknologi pertanian modern ini sudah dikembangkan oleh Balitbang Kementan dan sejumlah perguruan tinggi. Misalnya, pemanfaatan alat drone untuk menabur benih, menyemprot pestisida, dan sebagainya, serta pertanian dengan pola green house.
“Kita bisa off season, jadi sepanjang tahun kita bisa tanam apa saja. Itu yang sudah dilakukan banyak negara di luar negeri, bahwa smart farming itu sangat diperlukan,” ujarnya.
Strategi selanjutnya adalah mempersiapkan pasar untuk produk petani milenial tersebut. Ia menyatakan Kementan berangkat dari hilir ekosistem pertanian, yakni pemasaran sehingga proses di hulu bisa menyesuaikan permintaan pasar.
“Jangan kita didik petani sebanyak-banyaknya, tahu-tahu tidak tahu pasarnya, tidak. Justru, kami encourage untuk identifikasi di ending pasarnya ada enggak, komoditasnya apa yang diminta pasar, jumlahnya berapa by timeline. Misalnya, setiap minggu, bulan itu berapa termasuk peluang pasar ekspor itu kami identifikasi baru tetapkan komoditasnya,” paparnya.
Terakhir, Kementan juga membantu petani muda itu dari sisi pendanaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Saat ini, lanjutnya, Kementan telah membimbing kurang lebih 200 hingga 300 petani muda.
Program Makmur Bimbing Petani Muda
Upaya pemerintah untuk meregenerasi petani mendapat dukungan dari PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) melalui Program Makmur.
Implementasi Program Makmur oleh PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) terbukti mampu meningkatkan produktivitas komoditas jagung dan padi yang masing-masing sebesar hingga 42 persen dan 34 persen. Begitu juga dari sisi keuntungan petani, terjadi kenaikan, keuntungan petani jagung naik hingga 52 persen dan petani padi hingga 41 persen.
Project Manager Program Makmur PKT, Adrian R.D. Putera, mengatakan program ini merupakan komitmen perusahaan dalam rangka meningkatkan pemberdayaan petani dan produktivitas pertanian di Indonesia. Adrian juga mengatakan pihaknya terus mendukung dan melakukan pendampingan kepada petani milenial untuk meningkatkan produktivitas dengan cara-cara yang lebih kekinian.
“Program Makmur kami laksanakan di sejumlah wilayah tanggungjawab distribusi PKT, seperti Jawa Timur, Kalimantan, dan Sulawesi. Program ini juga merupakan upaya PKT dalam meningkatkan penggunaan pupuk nonsubsidi dalam negeri, dengan menciptakan ekosistem untuk mendorong produktivitas dan kesejahteraan petani Indonesia, termasuk petani milenial,” kata Adrian. (Tyo)