Keren, Masyarakat Ini Sulap Minyak Jelantah Jadi Biodisel
Minyak Jelantah Jadi Biodisel
(Istimewa)MINYAK goreng bekas (minyak jelantah) merupakan limbah non-B3, namun tetap memiliki dampak terhadap lingkungan jika dibuang sembarangan. Padahal, limbah rumah tangga ini memiliki potensi ekonomi yang cukup besar jika dikelola dengan benar. Minyak jelantah bisa diproses menjadi sabun, bahan bakar minyak, hingga biodiesel.
Kurangnya edukasi mengenai pengelolaan minyak jelantah di tingkat rumah tangga menyebabkan terjadinya pembuangan limbah ke saluran air dan tempat sampah, kemudian berakhir di perairan dan mencemari lingkungan.
Melalui webinar bertajuk A-Z tentang Minyak Jelantah (20/3/2021), Gerakan Waste4Change dan Komunitas Jelantah4Change mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola limbah minyak jelantah. Mereka juga menginformasikan bahayanya minyak jelantah yang dikonsumsi. Berikut ini bahaya mengonsumsi minyak jelantah.
1. Penyakit kolesterol tinggi
Dampak kesehatan konsumsi minyak jelantah diantaranya menyebabkan penyakit degeneratif seperti kolesterol, kanker, dan penyakit jantung. Jelantah mengandung asam lemak jenuh tinggi akibat proses pemanasan yang dilaluinya. Jika dikonsumsi, akibatnya adalah penurunan HDL kolesterol serta peningkatan LDL dan total kolesterol.
2. Penyakit jantung
Konsumsi minyak jelantah secara berlebihan bakal meningkatkan kolesterol dan pada gilirannya risiko penyempitan pembuluh darah. Jika kondisinya seperti ini, kesehatan jantung bisa terancam. Populernya makanan dengan kandungan lemak jenuh tinggi seperti gorengan yang diolah dengan jelantah menjadi salah satu penyebab tingginya kasus kematian karena penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah.
3. Kanker
Minyak jelantah yang dipakai berulang kali merupakan sumber radikal bebas. Radikal bebas tersebut bakal menyerang sel-sel sehat dan memicu pertumbuhan abnormal sel kanker. Penumpukan radikal bebas juga akan menyebabkan mutasi gen dan berisiko menjadi sel kanker. Karena kanker merupakan penyakit berat yang sulit disembuhkan, sebaiknya hindari konsumsi makanan yang diolah dengan minyak jelantah.
Efek Membuang Minyak Bekas Sembarangan
Dilansir dari akun Instagram resmi Waste4Change, minyak jelantah sebaiknya tidak dibuang sembarangan ke saluran air. Waste4Change adalah perusahaan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.
Lalu, apa saja dampak membuang minyak jelantah sembarangan? Berikut ini adalah efek yang bisa ditimbulkan jika membuang minyak sembarangan.
1. Penyumbatan drainase
Limbah minyak jelantah yang dibuang sembarangan di saluran air tanpa dikelola terlebih dahulu akan menyebabkan penyumbatan pada saluran air atau drainase. Saluran air yang kotor dan tersumbat ini nantinya bisa menjadi tempat berkembang biak bakteri dan berisiko menimbulkan penyakit.
2. Pencemaran air
Salah satu bahaya yang jelas dari pembuangan limbah minyak jelantah dengan tidak bijak adalah pencemaran air. Limbah cair ini bakal mengalir ke sungai dan berakhir di laut, menyebabkan pencemaran air yang lebih serius.
Minyak jelantah yang mengapung di permukaan bakal menghalangi sinar matahari, menyebabkan tumbuhan laut tidak bisa berfotosintesis. Kandungan oksigen terlarut di perairan pun jadi menurun. Pada gilirannya, kelangsungan hidup biota laut bisa terancam.
3. Pencemaran tanah
Minyak jelantah yang dibuang ke parit atau tanah dapat terserap bumi. Minyak ini akan menggumpalkan dan menutup pori-pori tanah. Kalau sudah begini, tanah akan menjadi keras dan tidak bisa lagi mendukung aktivitas manusia. Pada gilirannya, pencemaran ini dapat menyebabkan banjir.
Menyulap Minyak Jelantah Menjadi Sumber Energi Terbarukan
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Ramah Lingkungan Kota Tarakan, Kalimantan Utara berhasil membuat inovasi dengang mengolah minyak jelantah atau limbah minyak goreng menjadi sumber energi terbarukan yakni biodiesel.
Ketua KSM Ramah Lingkungan Sardji Sarwan mengatakan, KSM Lingkungan dibentuk sebagai depo bank sampah warga pada 2008 silam. Ada sekitar 895 rumah atau 1.300 kepala keluarga (KK) dari 13 rukun tetangga (RT), Kampung VI Tarakan yang dilayani Sardji bersama 9 orang anggotanya.
KSM Ramah Lingkungan rata-rata mengangkut 4,5 ton sampah warga per hari. Sampah tersebut kemudian dipilah hingga menjadi 0,5 ton per hari yang mempunyai nilai jual, sisanya dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah pilahan tersebut oleh Sardi dan kelompoknya dijadikan pupuk kompos dan bahan-bahan daur ulang hingga bioethanol dari hasil penyulingan atau distilasi sampah organik rumput laut.
Belakangan Sardji dan kelompoknya juga mengembangkan pengolahan minyak jelantah menjadi bahan bakar biodiesel.
“Saat ini kami sudah mampu memproduksi 50 liter biodiesel perbulan baik untuk B20 maupun B50. Berbahan dasar minyak jelantah dengan campuran bioethanol dari limbah rumput laut dan soda api, biodiesel KSM Ramah Lingkungan justru menyelamatkan lingkungan,” ujar Sardji.
Mahalnya harga mesin untuk mengolah minyak jelantah yang mencapai Rp200 juta membuat Sardji memutuskan untuk membuat sendiri mesin tersebut, dengan dukungan dari Pertamina EP Tarakan Field.
Dengan mendesain sendiri alat tersebut, Sardji hanya menghabiskan dana Rp60 juta. “Biaya segitu, sudah dapat empat alat yaitu untuk pengolahan biomassa, biogas, bioethanol, dan biodiesel,” katanya.
Bahan baku minyak jelantah, diperoleh Sardji dari warga sekitar Kampung VI Tarakan dengan cara barter. “Setiap 5 liter jelantah, ditukar dengan 1 liter minyak goreng murni,” ungkap Sardji.
Menurutnya, biodiesel produksi KSM Ramah Lingkungan setara dengan produk BBM Pertamina Dex. Bedanya biodiesel yang ia buat hanya butuh biaya Rp8.000 per liter, sehingga bisa dijual dengan harga Rp11.000 per liter. Sementara harga Pertamina Dex di SPBU bisa mencapai Rp11.700-Rp11.800 per liter.(Demfarm/Tyo)