Urban Farming, Tren Bercocok Tanam di Kalangan Masyarakat Perkotaan
Anda tinggal di perkotaan dan punya lahan yang terbatas tapi ingin menanam berbagai jenis
tanaman? Kini keterbatasan lahan tidak lagi menjadi masalah. Anda tetap bisa menanam tanaman yang
anda sukai. Caranya adalah dengan menerapkan konsep urban farming.
Saat ini urban farming menjadi tren atau gaya hidup di kalangan masyarakat. Pandemi Covid-19 semakin
menambah minat bagi banyak orang untuk bercocok tanam dengan konsep ini.
Urban farming memang dihadirkan untuk menjawab krisis ruang terbuka hijau, sebagai solusi di tengah
padatnya pembangunan perkotaan. Namun konsep ini masih terdengar asing bagi sebagian masyarakat.
Selain itu, dalam jangka panjang konsep ini bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan secara
mandiri dengan menanam sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan lainnya.
Peneliti Ekofisiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nuril Hidayat mengatakan ada cara
untuk menanam pohon di lahan sempit. Hal itu bisa dilakukan oleh masyarakat perkotaan.
“Pepohonan besar lebih efektif untuk menyerap polutan. Namun untuk kota seperti Jakarta, karena
lahannya sempit, bisa diupayakan dengan teknik urban farming seperti vertical garden dan rooftop
garden,” kata Nuril.
Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto melihat urban farming belakangan ini sebagai
fenomena yang luar biasa. Dirinya menyatakan sejak urban farming menjadi tren, penjualan benih
hortikultura meningkat hingga lima kali lipat.
“Pandemi dan WFH membuat orang memiliki aktivitas baru di rumah, seperti urban farming dengan
menanam hidroponik di rumah. Ini adalah fenomena luar biasa. Kami memantau penjualan benih sejak
tren ini berlangsung dan ternyata benih horti meningkat hingga lima kali lipat,” ujar Anton, sapaan
akrabnya.
Upaya Sakiah Nasution Sebagai Urban Farmer
Lewat konsep urban farming, Anda bisa menanam tanaman di tengah kondisi perkotaan yang sangat
minim pekarangan. Urban farming ini bisa dilakukan dengan banyak cara, salah satunya di rooftop.
Ya, rooftop gardening (berkebun di atap rumah atau gedung) bisa menjadi untuk menanam sayuran
atau buah-buahan. Rumah akan menjadi lebih produktif karena menghasilkan sayur-sayuran atau buah-
buahan setiap harinya. Hal itu tentu akan bermanfaat untuk meningkatkan gizi keluarga, menciptakan
udara segara, menghemat uang belanja, sehingga meningkatkan perekonomian keluarga.
Sakiah Nasution adalah satu dari sekian banyak orang yang menerapkan konsep urban farming di
perkotaan. Sakiah yang tinggal di Kota Medan memiliki keterbatasan lahan.
Namun keterbatasan tersebut tidak menjadi penghalang baginya untuk tetap menanam beragam jenis
sayur organik. Ada beberapa jenis sayuran yang ia tanam mulai dari cabai, kembang kol, bayam Brazil,
tomat, selada, sawi, kale, timun, labu madu, kunyit, jahe, dan lain sebagainya.
Titik awal Sakiah memulai menjadi seorang urban farmer adalah pada saat pandemi Covid-19 tahun
2020 lalu. Sebagai seorang pengajar ilmu pertanian di salah satu universitas di Medan, Sakiah memang concern pada isu lingkungan. Hal itu pula yang mendorongnya menanam sayuran secara organik di
rumah.
Ia kemudian memanfaatkan sisa ruang terbuka di lantai atap sekiitar 2×3 meter. Bagian atas Gedung
kampus, ia kembangkan menjadi “Kalau dipetik hikmah masa Covid-19 ini, urban farming menjadi bagian dari healing di rumah saat pagi hingga sore hari. Tujuannya adalah untuk menyegarkan pikiran dan mata,” kata Sakiah Nasution.
Ternyata Sakiah berhasil menginspirasi banyak orang untuk melakukan urban farming. Beberapa
tetangga mulai mengikuti jejaknya. Ibu tiga anak ini pun berkeinginan mengembangkan komunitas
urban farming lebih luas lagi agar jangkauannya.
“Mari sama-sama memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya. Apa yang kita lakukan terhadap lingkungan
dan alam akan kembali ke kita. Dengan melakukan yang baik akan mendapat hasil yang baik juga,”
tandasnya.
Konsep urban farming ini juga menjadi perhatian sejumlah pihak. Salah satunya dari PT Pupuk
Kalimantan Timur (PKT). Salah satu perusahaan produsen pupuk nasional ini juga membekali masyarakat
pemukiman atas sungai Selambai Kelurahan Loktuan melalui Bontang dengan teknik budidaya pertanian
metode vertikultur. Hal itu tentu saja untuk mengembangkan potensi urban urban farming di lingkungan
tempat tinggal. Kegiatan ini diikuti 30 peserta dari masyarakat, pemuda, dan kader posyandu Selambai.
AVP Pembangunan Ekonomi TJSL PKT Irma Safni mengungkapkan kegiatan ini sebagai bentuk
kesinambungan upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk menggiatkan urban farming,
sekaligus langkah awal untuk memulai budaya pangan mandiri untuk kecukupan gizi keluarga oleh
masyarakat.
Implementasi urban farming akan didampingi langsung Pupuk Kaltim, menggunakan produk kitosan cair
hasil produksi Kelompok Cangkang Salona Selambai, yang telah dibina perusahaan untuk menggali
potensi ekonomi dari limbah cangkang rajungan.
“Saat ini kitosan cair telah melalui uji efektivitas oleh Universitas Mulawarman Samarinda, dengan
produktivitas dan peningkatan hasil yang signifikan. Jadi dengan kitosan cair ini, ditarget hasil budi daya
mandiri masyarakat untuk metode vertikultur dapat turut produktif,” tutup Irma.